Wartakomunitas.com | LifeStyle - Ada sejumlah komunitas pecinta alam yang ada di Jatim. Di Surabaya, ada salah satu komunitas pecinta alam yang juga memiliki misi kemanusiaan dan aktif dalam konservasi lingkungan.
Adalah Gogor Sejati yang berdiri sejak tahun 2014. Mereka gencar merealisasikan gerakan kemanusiaan hingga melestarikan lingkungan.

Salah satu pendiri Komunitas Pecinta Alam Gogor Sejati Patkhur Rozi mengatakan berdirinya komunitas ini berangkat dari kesadaran akan sesama serta lingkungan. Menurutnya, berbagai fenomena dan bencana alam juga dinilai jadi salah satu pendorong atau penggerak hati mereka untuk saling membantu secara sukarela.

"Awal mula berdiri tahun 2014, perintisnya ada 9 orang yang membentuk (Gogor Sejati), sampai sekarang ada 30 orang anggota," kata Rozi kepada detikJatim, Rabu (22/11/2023).

Rozi menjelaskan anggotanya tak hanya berasal dari kota pahlawan saja. Melainkan, ada dari sejumlah daerah lain di Jatim dan Jateng.

"Memang kebanyakan (anggota) dari Surabaya, tapi ada juga dari Jepara, Malang, Sidoarjo, dan sejumlah daerah lainnya," imbuhnya.

Tak melulu hiking atau mendaki gunung, ia mengaku salah satu visi dan misi Gogor Sejati juga fokus pada membantu sesama yang membutuhkan serta melestarikan lingkungan. Seperti halnya ketika terjadi bencana alam, para anggota yang sudah dibekali SOP khusus penanganan bencana terjun ke lokasi.

"Kegiatan kami juga fokus pada kemanusiaan, seperti SAR dan lingkungan, seperti penanaman mangrove dan penghijauan," papar dia.

Rozi menyatakan para anggota telah memiliki kemampuan masing-masing. Diantaranya penyelamatan atau rescue, dapur umum, dan lain sebagainya.

Bahkan, ketika hendak berangkat untuk misi kemanusiaan, setiap anggota wajib menguasai kompetensi atau kebisaan masing-masing secara komprehensif. Sebab, ketika bertemu korban bencana, bisa mengetahui apa saja dan bagaimana menanggulanginya.

"Sebelum diberangkatkan, kita bekali ilmu-ilmu standar SAR, jadi fisik mental dan pengetahuan dasar tentang kebencanaan harus dipahami anggota. Setiap anggota kan beda karakter, tidak harus pencarian, ada di dapur umum dan lain sebagainya, nah itu kita bekali semua. Mereka punya skill masing-masing, tinggal kita bantu mengembangkan saja," ungkapnya.

Untuk memitigasi hal itu, setiap bulan Ozi dan para pengurus lainnya mengadakan kegiatan rutin. Terutama untuk bantuan kemanusiaan dan lingkungan. Mulai dari berlatih navigasi, survival, sampai hiking sekalipun.

Dengan begitu, kemampuan para anggota terlatih. Sehingga, apabila diperlukan sewaktu-waktu, seluruh anggota dalam keadaan siaga dan siap. Termasuk melakukan survey dan mapping area bersama warga sebelum beraksi.

"Saat dibutuhkan pada pencarian orang di gunung, kita sifatnya sukarela atau relawan di kebencanaan dan lingkungan. Untuk mental kita bekali dengan pengalaman-pengalaman dari senior yang pernah ke lapangan, kalau pembekalan ada materi khusus tentang kebencanaan dan survival, jadi kalau ada kejadian di gunung, laut, dan lain-lain sudah ada pengalaman dan materi," ujar warga Tandes Surabaya itu.

Rozi menegaskan komunitasnya tak hanya memberikan bantuan dan menolong korban bencana di Jatim. Ketika gempa di Palu dan Lombok, mereka terjun langsung membantu para korban di dapur umum, mengevakuasi korban luka dan meninggal dunia, hingga memberikan trauma healing kepada anak-anak.

"Di Lombok dan Palu saat gempa, lalu longsor di cianjur, ada tim yang diterjunkan, kalau dalam waktu dekat ya Semeru kemarin saat erupsi. Di luar kegiatan kemanusiaan, kita juga sempatkan liburan dan senang-senang, meski tujuan utama kita pada kemanusiaan. Tapi saat kita diminta untuk membantu, seperti saat hutan Welirang dan Bromo kebakaran, kita ikut turun memadamkan, semua berangkat untuk bantu BPBD," terangnya.

Ia mengaku membantu korban trauma healing di lokasi bencana alam adalah yang paling berkesan. Menurutnya, sukar meninggalkan para anak korban bencana yang sudah dianggap seperti anak sendiri.

Seperti halnya ketika memberikan bantuan kemanusiaan di Lombok dan Palu. Anak-anak di pengungsian, enggan merelakan Gogor Sejati berpamitan. Bahkan, mayoritas anak meminta mereka singgah lebih lama.

"Saat berada di pengungsian, kita memposisikan diri sebagai korban dan terjun langsung ke lokasi, tujuan kita murni sosial, benar-benar menjadi relawan dan tidak ada tendensi apapun. Kita juga ada bagian trauma healing anak-anak itu yang paling berkesan. Semisal kita sudah sebulan di lokasi lalu kita akan balik, biasanya anak-anak tidak mau ditinggalkan, itu yang menurut kami paling berkesan. kita pas posisi di lereng kan erupsi, warga sekitar tidak mau evakuasi dan bingung sama ternaknya, kita merasakan juga bagaimana kebingungan, panik, dan apa saja yang mereka rasakan," tutupnya.