Wartakomunitas.com | Pendidikan - “Ahlan wa sahlan binnabi, ahlan wa sahlan binnabi..” lantunan selawat menyambut saya dan teman-teman redaksi Mubadalah.id di latar Pondok Pesantren Naga Darul Hikmah Narmada Lombok Barat Nusa Tenggara Barat pada Selasa, 14 November 2023. Dalam kunjungan ini, kami melihat secara langsung perjuangan ulama perempuan di komunitas.

Sebelumnya kami memang sudah berkomunikasi dengan Ibu Nyai Rahmi Kusbandiyah, salah satu jaringan ulama perempuan di Lombok melalui pesan singkat. “Mbak nanti malam sehabis Isya nanti kami jemput ya.” Begitu yang beliau sampaikan ketika kami sedang berkegiatan Mubadalah Goes To Community di UIN Mataram.

Ibu Nyai Rahmi menunggu kami di samping masjid, satu persatu kami keluar dari mobil, dan bersalaman dengan beliau. Ketika sudah berada di depan masjid itu, saya merasa terkejut, lantunan selawat oleh tim hadrah pesantren sengaja beliau hadirkan untuk menyambut kedatangan kami. Serasa terharu, begitu rupa anak-anak santri menerima kehadiran kami.

Melihat lebih dekat perjuangan ulama perempuan di komunitas seperti Ibu Nyai Rahmi Kusbandiyah, kami menemukan sejumlah cerita menginspirasi. Saat kami berkunjung ke pesantrennya, kami mendapat sambutan hangat dari Ibu Nyai Rahmi, yang mengajak kami untuk bertemu dengan para santri di dalam masjid. Di dalamnya, ratusan santri putra dan putri telah menanti, dibagi dalam dua kelompok. Pemain hadrah dan penghafal selawat duduk di sebelah kiri depan. Ibu Nyai kemudian mengizinkan kami duduk di barisan depan.

Kami awalnya merasa bingung, tidak tahu apa yang sebaiknya kami sampaikan kepada para santri yang masih belia ini. Namun, Ibu Nyai Rahmi dengan penuh kehangatan bercerita tentang pesantren Naga Darul Hikmah di Narmada, Lombok, tempat mayoritas santri tinggal adalah remaja SMP dan SMA. Dia juga memperkenalkan kami sebagai bagian dari jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia.

Saya pun diberi kesempatan untuk berbicara, mengenalkan Media Mubadalah.id dan aktivitas kami. Saya mengajak para santri untuk semangat dalam belajar dan mengaji, serta menegaskan pentingnya tidak takut untuk bermimpi.

Setelah berbincang dengan para santri, ketika waktu sudah larut malam, Ibu Nyai Rahmi mengizinkan mereka untuk istirahat. Kami sedikit terkejut saat santri bersalaman sambil mencium dan mengangkat tangan kami ke atas kepala mereka.

Ketika kami mendalami lebih jauh tentang perjuangan ulama perempuan seperti Ibu Nyai Rahmi Kusbandiyah di komunitasnya, kami meraih cerita yang penuh inspirasi. Terutama dalam hal pendirian pondok pesantren, yang ternyata bermula dari niatan untuk menghentikan perkawinan anak di desanya.

Pembicaraan kami yang hangat dengan Ibu Nyai Rahmi terjadi setelah kami memastikan santri telah kembali ke kamar mereka. Mendengarkan kisahnya, saya merasa sedih, terutama saat dia menceritakan banyaknya kasus perkawinan anak yang ditemui olehnya dan suaminya saat bekerja di KUA setempat.

Pada sekitar tahun 2017, tingginya angka perkawinan anak menjadi sorotan bagi Ibu Nyai Rahmi dan suaminya. Mereka merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan masa depan anak-anak ini. Sebuah insiden menyedihkan ketika seorang anak perempuan yang membawa pacarnya ke Puskesmas tanpa menyadari kehamilannya dan melahirkan di sana. Akibatnya, pasangan muda itu pun dinikahkan.

Dengan dukungan suaminya dan keluarganya, Ibu Nyai Rahmi memutuskan untuk menyediakan tanah untuk membangun pondok pesantren sederhana. Dia mengajak anak-anak di sekitar untuk belajar agama dan mengaji tanpa biaya besar. Dengan perlahan, banyak anak laki-laki dan perempuan bergabung sebagai santri.

Tanpa disadari, para santri yang telah belajar di pondok sejak awal berdirinya kini telah menjadi sarjana. Ini menunjukkan bahwa usaha Ibu Nyai Rahmi telah berhasil mencegah perkawinan anak, terutama anak perempuan di sekitarnya. Meskipun pernah merasa putus asa, dia tetap bersemangat dan menghadapi setiap rintangan.

"KUPI dan berbagai produk musyawarah keagamaan yang dihasilkan oleh KUPI memberi saya kekuatan," ungkapnya kepada kami, tim redaksi Mubadalah.id dan Suci Wulandari, alumni Akademi Mubadalah Muda 2023 yang juga ikut dalam kunjungan kami ke rumahnya.

Ketika kami berkunjung, secara kebetulan Ibu Nyai Rahmi sedang bertugas menjadi juri MTQ Kota Mataram. Meski begitu, dia meluangkan waktu untuk memperkenalkan kami kepada para santri. Sangat menyentuh hati ketika para santri putri berebutan buku kompilasi artikel Mubadalah.id yang kami bawa.

Tidaklah mudah bagi ulama perempuan di komunitas. Mereka dihadapkan pada berbagai realitas sosial, tradisi, budaya, dan penafsiran agama yang kerap membatasi peran perempuan. Namun, mereka terus berjuang. Kami akan terus mencatat setiap langkah dan kontribusi mereka, hari ini, esok, dan seterusnya.